Minggu, 30 September 2012

membangun ukhuwah untuk peradaban..^^


Beginilah..
            Lingkaran ini menyentuh sanubari terdalam, menyentuh hati untuk bergerak kearah lebih baik.. bahasanya halus, mnyusup relung hati, menggerakan jiwa-jiwa..
Dalam prosesnya ada keikhlasan memberi dan menerima ilmu, ada ruang-ruang terdalamnya yang penuh semangat penuh dengan tujuan yang mulia..
Lingkaran kecil yang akan merubah peradaban, karena ia merubah dari dalam.. ya dari dalam hati..
Didalamnya bukan hanya proses satu arah, tapi proses berbagi.. karena ini namanya proses, tidak mungkin hanya suka saja.. tapi juga duka, duka karena tidak sehat, duka karena tidak diperhatikan, duka karena kurang sreg dan lain-lain.. namun sukanya mengalahkan segalanya.. nikamatnya berukhuwah, nikmatnya menyayangi karena Allah Subhanawata’ala..
Tak sedikit orang yang sudah besar karena lingkaran ini, dan tak sedikit pula yang keluar dari lingkaran ini, tapi dakwah ini tetap menunjukkan wibawanya ada atau tanpa kita pun.. dakwah ini akan tetap terjaga karena Allah langsunglah yang menjaganya,.
Lingkaran ini begitu menyejukkan,setiap pekannya seolah menyirami bunga yang kering karena semua aktivitas, bukan karena siapa atau apa? Lingkaran ini menyejajarkan kita ttg ilmu, bahwa semua orang setara, sedang sama-sama belajar.. membedakan dari usia saja..
Dalam lingkaran ini semua orang yang mengikutinya sedang membuat asa untuk kehidupan yang lebih baik.. yang lebih mendekatkan kita pada Rabb nya.. dengan Rasul nya
Lingkaran untuk sebuah peradaban..
Merubah kejahiliahan menjadi keshalihan,
merubah ketidak tahuan menjadi saling memberi tahu..
merubah ikatan pertemanan menjadi persaudaraan..
merubah pandangan dan karakter menjadi lebih baik..
Bersyukurlah, Allah kenalkan kita pada lingkaran seperti ini,
Hingga kita pun menyadari untuk melanjutkan tongkat estafet lingkaran ini pada adik-adik kita keluarga kita, saudara-saudara kita yang lain belum tersentuh.. untuk merasakan keindahan yang sama..
Tetaplah bertahan,berjuang, untuk kehidupan yang lebih baik..
Bertahan untuk tetap selalu menebar manfaat untuk sekitar.. tetap berusaha membagi indahnya lingkaran ini..
Karena syurga terlalu luas untuk dinikmati sendiri(*meskipun kita tidak pernah tahu masuk atau tidaknya kita, setidaknya kita berikhtiar untuk kesana).. berikhtiar bersama.. untuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran..
‘allahua’lam

Dilematis sekolah dan kampus.. ^^v


            
            Sudah berkecamuk cukup lama tentang ini..
Lebih-lebih ketika isu ROHIS sarang teroris.. pernahkah menjadi sebuah dilematis? Itu mungkin saya saja yang merasakan, merasakan harus dimana posisi saya, Dakwah Sekolah yang cukup jarang saya kunjungi akhir-akhir ini di lihat seperti itu.. Dakwah Sekolah yang telah memberikan seluruhnya dan berefek hidupku menjadi lebih hidup itu di kira aneh-aneh.. padahal tak sedikit pun diajarkan untuk menjadi seorang yang pemberontak, begitu halus menyentuh hati.. bahkan ketika aku berusaha kabur dahulu.. dakwah inilah yang menyentuh hati sehingga membuat ku tetap bertahan sampai saat ini.. Pikiranku berkecamuk, mungkinkah ada yang salah akhir-akhir ini disana.. Yaa memang harus di cek, itulah fungsi alumni untuk bagaimana mempertahankan dan tetap menciptakan regenerasi yang tangguh sepeninggalannya disana, masa bakti alumni untuk tetap membina sekolah di sekolah ku 2 tahun, tapi tak tuntas aku laksanakan, keburu di beri titipan oleh kampus.. yang pada awalnya berat sekali, meninggalkan adik2 di sekolah yang sedang benar-benar aku bina, tapi begitulah mungkin yang namanya panggilan dakwah, harus siap di tempatkan dimana pun…
            Namun ini semua menjadi suatu bahan renungan yang cukup dalam, tak usah mempartisi antara sekolah dan kampus semuanya harus dikelola bersama.. Sekolah mencetak semua pemula, cukup sulit dibagian ini.. karena apa?, pembentukan karakter, pola dasar yang harus cukup kuat untuk basic kedepannya.. modal yang cukup penting, karena yang saya pahami ketika mereka masuk kampus pun, itu yang akan memperkuat mereka di tengah keheterogenan kampus, ke kurang stabilan asupan dikampus, karena ketika masuk kampus.. seolah sudah memasuki Pra-masyarakat, yang di perkuat ketika dikampus adalah pandangannya, pandangan berpikirnya harus semakin utuh, menyeluruh, dan lebih berkomitmen minimal pada diri sendiri dan tentunya pada Allah Subhana wata’ala..
            Harus bersinergis, dan perlu adanya pembagian rata tentang SDM, Sekolah butuh alumni untuk tetap menjaga regenerasinya, Kampus pun seperti itu masih perlu beberapa alumninya untuk tetap memperkuat dan meperkokoh di segala sector..
Jadi mungkin tak ada alasan apapun, tinggal memilih, dimana kah sekolah atau kampus..
Di sekolah berkutat dengan pembinaan yang intens, dikampus harus diperkuat dengann pandangan yang utuh untuk memahami sektor-sektor yang ada disana..
Tagline sekolah “Bekerja untuk perubahan Besar”
Kampus lebih ke FUTUH..
Dilematisnya adalah.. semua alumni DS ditarik semua ke kampus, sekolah tinggal beberapa orang, kadang habis..
Tetapi ketika seseorang tersebut di kampus, susah payah mencari agar tetap terjaga, yang jadi pertanyaan sampai sekarang adalah alumni kampus pada kemana.. adik2nya luntang-lantung ga di bina dengan dalih sudah tidak di kampus lah atau apa lah… *bagian ini saya belum temukan jawabannya..
Sekolah selalu saja tarik-tarikan untuk tidak memberikan kadernya ke kampus karena apa, sudah tau.. klo di kekampusin, ga dijaga malah lepas, karena terlalu beratnya amanah tidak sesuai dengan penjagaannya..
Udah susah-susah dibina disekolah, dikampus malah dipilah pilih sama anaknya kader, yang berpotensi tidak terbina dengan baik, akhirnya balik ke sekolah ogah di kampus.. PR besar buat kampus..
Aku masih tersentuh dengan kesahajaan sekolah menerima kapan pun dansama siapapun..
*dilematis.. ingin kembali ke sekolah.. selalu saja di cegah dengan berbagai alasan.. padahal yang kulakukan masih dalam koridor yang sama, dakwah.. tapi aku ingin cara yang beda.. membina adik-adik yang kuat dan siap guna sejak dini.. itu ingin ku lakukan di dakwah sekolah, apakah tahun ini berhasil kembali/kah seperti apa?
*kita liat nanti..
*to be continued*

Sabtu, 15 September 2012

Posisi duduk masbuk : Tawarruk/Iftyrasi

Ketika imam duduk tahiyat akhir sebelum salam, apakah posisi duduk seorang masbuk seperti posisi duduk tahiyat awal ataukah tetap mengikuti posisi duduk imam?

Shalat, ditinjau dari jumlah rakaatnya, terbagi dua:

Pertama: shalat dua rakaat, seperti shalat Shubuh, rawatib, dan lain-lain. Cara duduk shalat seperti ini adalah duduk iftirasy, yakni seperti duduk tasyahud awal dalam shalat yang lebih dari dua rakaat, atau seperti duduk antara dua sujud: kaki kanan ditegakkan dan pantat duduk di atas kaki kiri. Ada dua hadits yang menjelaskan hal tersebut:

  1. Hadits Abdullah bin Zubair bahwa beliau berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ  إِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ افْتَرَشَ اليُسْرَى وَنَصَبَ اليُمْنَى وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى الْوُسْطَى وَأَشَارَ بِالسَّبَابَةِ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَأَلْقَمَ كَفَّهُ الْيُسْرَى رُكْبَتَهُ
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila duduk dalam dua rakaat, menghamparkan (kaki) kirinya dan menegakkan (kaki) kanannya, meletakkan ibu jari (tangan kanan)nya di atas jari tengah dan berisyarat dengan telunjuk (tangan kanan)nya, serta meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya, sedang telapak tangan kirinya menggenggam (lutut)nya.”[1]
  1. Hadits Wâ`il bin Hujr:
وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ أَضْجَعَ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَنَصَبَ أُصْبَعَهُ لِلدَّعَاءِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
“Dan apabila duduk dalam dua rakaat, beliau membaringkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya, meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya, serta menegakkan jari (tangan kanan)nya untuk doa dan meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya ….”[2]

Kedua: shalat yang lebih dari dua rakaat, seperti shalat Maghrib, Isya, Zhuhur, dan Ashar. Shalat seperti ini mempunyai dua tasyahud: tasyahud awal dan tasyahud akhir. Oleh karena itu, seorang makmum duduk secara iftirasy pada tasyahud awal, sedang, pada tasyahud akhir, duduk secara tawarruk, yaitu menegakkan kaki kanan dan memasukkan kaki kiri di bawah paha dan betis kanan, sedang pantat sebelah kiri bersentuhan langsung dengan tempat duduk.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Humaid As-Sâ’idy bahwa beliau menceritakan sifat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan sepuluh orang shahabat, dan mereka membenarkan hal itu. Abu Humaid berkata,
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُ خْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ
“Dan apabila duduk pada dua rakaat, beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan (kaki) kanan. Sedang, apabila duduk pada rakaat terakhir, beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lain, serta beliau duduk di atas tempat duduknya.”[3]
Rincian di atas merupakan pendapat Imam Ahmad[4], juga merupakan pendapat Ats-Tsaury, Ishaq, dan Ashhab Ar-Ra’yi.
Oleh karena itu, kalau seorang makmum masbuk pada shalat dua rakaat, duduknya tiada lain kecuali duduk iftirasy, demikian pula bila masbuk pada shalat yang tiga atau empat rakaat. Hal tersebut karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mencontohkan duduk tawwaruk hanya pada raka’at terakhir saja. Sementara itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku mengerjakan shalat.”[5]
Saya pernah mendengar Syaikhunâ Al-‘Allâmah Al-Muhaddits dari negeri Yaman, Syaikh Muqbil bin Hâdy Al-Wâdi’iy rahimahullâh, berkata, “Ada sebagian orang berpendapat bahwa, kalau seseorang masbuk dua rakaat, kemudian mendapati imam duduk tasyahud terakhir, ia duduk tawarruk seperti cara duduk imam dengan dalil hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhâry-Muslim,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِْ مَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti.”
Lalu, beliau berkata, “Tetapi, yang nampak bagi saya adalah bahwa si masbuk ini tetap duduk iftirasy.”
Juga guru kami, Syaikh ‘Ubaid Al-Jâbiry hafizhahullâh, dalam salah satu jawaban beliau yang pernah kami dengarkan, menfatwakan bahwa makmum hanya duduk iftirasy, walaupun imam berada pada rakaat terakhir. Adapun hadits “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti,” ini berlaku untuk mengikuti imam dalam hal yang zhahir. Hal zhahir yang dimaksud di sini adalah bahwa, bila Sang Imam duduk, makmum juga harus duduk bersama imam. Adapun cara duduk imam (iftirasy atau tawarruk) tidaklah tercakup ke dalam lingkup hadits.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Wal ‘Ilmu ‘Indallah.


[1] Dikeluarkan oleh Ibnu Hibbân -sebagaimana dalam Al-Ihsân 5/370 no. 1943- dengan sanad yang hasan.
[2] Dikeluarkan oleh An-Nasâ`iy 2/586-587 no. 1158 dengan sanad yang shahih.
[3] Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry no. 794.
[4] Sebagaimana dalam Masâ`il Ibnu Hâny hal. 79, Al-Mughny 21/218, dan Majmû’3/430.
[5] Hadits Mâlik bin Al-Huwairiz riwayat Al-Bukhâry no. 605.